Rabu, 10 September 2014

Artikel Sejarah Indonesia

HOMO
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmfbHTljCvZMR39jjlJcl9VmKp4h8_rfD5fC1UOYwbEs2QZ6_wI03g2AGXf_F2o9zIgB37dNWRmYB3khZ73wS_0_24CFM_7vcehyphenhyphenwruPdBsaCkX2pZSisWGzJgEmIfoa30yJbvMLXIUKhS/s1600/6a00e552e19fa3883301116894dd5f970c-800wi.jpg http://acceleight.files.wordpress.com/2011/11/jjjjjjooop1.jpg


Secarafisik dan kualitatif manusia purba jenis Homo ini sudah lebih maju dansempurnya jika dibandingkan dengan jenis manusia purba Meganthropus maupunPithecanthropus. Secara fisik, cirri-ciri manusia homo sudah mirip denganmanusia modern sekarang, seperti bentuk kepalanya yang sudah tidak lonjong.Secara kualitatif, tingkat kecerdasannya sudah lebih tinggi karena sudah mampumenggunakan alat-alat dari batu dan tulan. Di samping itu dalam berburu merekatelah menggunakan alat-alat perburuan. Mereka juga telah mengenal api karenabinatang hasil buruannya dikuliti dahulu sebelum dibakar.
A.    CIRI-CIRI UMUM
Ciri umum manusia purba jenis Homo antara lain, memiliki tinggi badan130 cm-210cm,muka tidak menonjol ke depan, otot tengkuk menyusut, dan volumeotaknya antara 1000 cc – 1200 cc. manusia purba ini sudah berdiri tegak dancara berjalannya lebih sempurna. Mereka hidup sekitar empat puluh ribu hingga25ribu tahun yang lalu.pola hidunya pun lebih maju daripada manusia purbasebelumnya
B.    JENIS-JENIS MANUSIA HOMO
1.  Homosoloensis
  pada tahun 1931-1934, ahli purbakala yang bernama G.H.R. VonKoeningswald dan wedewnrich menemukan fosil-fosil manusia purba di LembahSungai Bengawan Solo di dekat Desa Ngadong. Jenis manusia purba dari LembahBengawan Solo tersebut dinamakan homo soloensis atau manusia purba dari Solo.Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa ternyata manusia purba jenishomo soloensis lebih tinggi tingkatannya daripada Pithecanthropus Erectus.
Berdasarkan penelitian fosil-fosil yang ditemukan, Homo Soloensis mempunyai cirri-cirisebagai berikut
a. Otak kecilnya lebih besar daripada otak kecil Pithecanthropus Erectus.
b. Tengkoraknya lebih besar daripadaPithecanthropus Erectus.
c. Tonjolan kening agak terputus ditengah (di atas hidung).
d. Berbadan tegap dengan ketinggiankurang lebih 180 cm
.


2.  Homowajakensis
Manusiapurba jenis ini mempunyai tingkatan lebih tinggi dari pada PithecanthropusErectus dan tergolong jenis homo sapiens. Homo wajakensis termasuk ras yangsulit ditemukan karena memiliki ciri-ciri ras Mongoloid dan jugaAustromelanesoid atau mungkin berasal dari subras Melayu Indonesia dan turutberevolusi menjadi ras Austromelanesoid sekarang. Ras wajak mungkin jugameliputi manusia yang hidup sekitar 25.000 – 40.000 tahun yang lalu di AsiaTenggara.
Fosilhomo wajakensis ditemukan oleh Van Riestchoten pada tahun 1889 di Desa WajakTulungagung fosil ini kemudian diteliti oleh Eugene Dubois, temuan fosil inimerupakan temuan fosil manusia purba pertama yang dilaporkan berasal dariIndonesia.
Fosilhomo wajakensis mempunyai tinggi badan sekitar 130-210 cm dengan berat badanantara 30-150 kg. volume otaknya mencapai 1300 cc. manusia purba jenisini hidupantara 40.000- 25.000 tahun yang lalu pada lapisan pleistosen atas.
3.  HomoSapiens
http://acceleight.files.wordpress.com/2011/11/homo_sapiens1.jpg?w=164&h=200Homo sapiens disebut manusia purbapaling sempurna karena 2 faktor.
Faktor pertama adalah dari anatomi dancara berjalan; anatomi homo sapiens sudah memiliki punggung tegak rahang rataserta berstruktur tulang kaki panjang dan tegak, hal ini menyerupai anatomimanusia modern saat ini
Faktor kedua adalah cara hidup; homosapiens sudah menemukan cara hidup yang tidak 100% mengandalkan alam(berburu)tetapi juga sudah menerapkan pola bercocok tanam, berternak. disampingitu perangkat rumah tangga yang dibuat, tidak lagi mengandalkan batuan yangkasar, namun telah ditemukan juga beberapa peralatan yang terbuat dari logam,batuan yang dibentuk halus sempurna dan juga homo sapiens telah mengenal lokasipemukiman yang baik, hal ini ditunjukkan sebagian besar penemuan fosil beradadi daerah aliran sungai, dan terkadang ada teori yang menunjukkan bahwa homosapiens juga telah memiliki tatanan sosial struktur masyarakat dimana adapemimpin kelompok
Homosapiens artinya manusia cerdik berasal dari zaman holosen 40.000 tahun yanglalu, telah mengalami pengecilan kepala dan tubuh yang lain, sehingga fisiknyasudah hampir sama dengan manusia zaman sekarang. Homo sapiens terdiri atassubsapiens atau ras. Jenis homo sapiens yang sampai sekarang masih ada adalahras Mongoloid, ras Kaukasoid, dan ras Negroid. Ras Mongoloid memiliki ciriberkulit kuning dan menyebar di Asia Tenggara. Ras Kaukasoid berkulit putihberhidung mancung dan tubuhnya jangkung, hidupnya menyebar di Eropa dan Asiakecil (Timur Tengah). Ras Negroid berkulit hitam, bibir tebal, berambutkeriting, hidup menyebar di Papua, Australia dan Afrika. Selain ketiga rastersebut, terdapat dua ras yang penyebarannya terbatas yaitu rasAustromelanesoid dan ras Kaukasoid. Ras Austromelanesoid terdapat di KepulauanPasifik dan pulau-pulau di antara Asia dan Australia, sedangkan ras Kaukasoidatau mungkin yang dimaksud adalah ras Indian yang terdapat di Benua Amerika dansekarang terdesak oleh orang kulit putih.

Pola Hidup
Dalam kehidupannya sehari-hari, para manusia purba membentuk kelompok berburu dan pengumpul makanan yang tersusun dalam satu keluarga. Jumlah orang yang terdapat dalam satu kelompok berburu dan pengumpul 10 – 20 orang per kelompok berburu. Laki-laki yang lebih kuat ditugaskan untuk berburu hewan–hewan besar dan buas, karena pekerjaan ini memerlukan tenaga yang cukup besar untuk menghadapi segala bahaya yang mungkin terjadi. Dan perempuan hanya bertugas untuk menyelesaikan pekerjaan yang ringan misalnya mengumpulkan makanan dari alam sekitarnya, serta mengurus anak. 

Pola Hunian
Nomaden adalah pola hidup dimana manusia purba pada saat itu hidup berpindah-pindah atau menjelajah. Mereka hidup dalam komunitas-kuminatas kecil dengan mobilitas tinggi di suatu tempat. Mata pencahariannya adalah berburu dan mengumpulkan makanan dari alam (Food Gathering)

Peninggalan
Contoh alat-alat perkakas yang merekagunakan dari batu berupa berbagai jenis kapak, alat-alat serpih (flakes).Mereka juga menggunakan alat-alat yang terbuat dari tulang seperti alat penusuk(belati), ujung tombak, dan alat pengorek ubi serta keladi. Di samping itu adaalat-alat berburu berupa mata tombak yang terbuat dari tulang  ikan pari. Adapun alat-alat yang terbuat daritanduk berupa tanduk menjangan atau rusa yang diruncingkan. Alat-alat perkakaspeninggalan makhluk homo tersebut ditemukan di daerah-daerah sekitar Ngandongdan Sidorejo (Ngawi), yaitu berupa berbagai jenis kapak batu, alat pelempardari batu, alat perimbas dari tulang atau tanduk.
                                                                                                   

PITHECANTHROPUS
pithecanthropus erectushttp://warisanindonesia.com/wimedia/2011/11/visual-man-purba-sangiran.jpg
Fosil manusia purba jenis Pithecanthrophus adalah jenis fosil manusia purba yang paling banyak ditemukan di Indonesia. Pithecanthropus sendiri berarti manusia kera yang berjalan tegak. Paling tidak terdapat tiga jenis manusia Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia, yaitu Pithecanthrophus erectus, Pithecanthropus mojokertensis, dan Pithecanthropus soloensis. Berdasarkan pengukuran umur lapisan tanah, fosil Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia mempunyai umur yang bervariasi, yaitu antara 30.000 sampai 1 juta tahun yang lalu.

Pitekan Tropus dibedakan menjadi:

  1. Pithecanthropus erectus, ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891 di sekitar lembah sungai Bengawan Solo, Trinil, Jawa Tengah. Fosil yang ditemukan berupa tulang rahang atas, tengkorak, dan tulang kaki.
  2. Pithecanthropus mojokertensis, disebut juga dengan Pithecanthropus robustus. Fosil manusia purba ini ditemukan oleh Von Koeningswald pada tahun 1936 di Mojokerto, Jawa Timur. Fosil yang ditemukan hanya berupa tulang tengkorak anak-anak.
  3. Pithecanthropus soloensis, ditemukan di dua tempat terpisah oleh Von Koeningswald dan Oppernoorth di Ngandong dan Sangiran antara tahun 1931-1933. Fosil yang ditemukan berupa tengkorak dan juga tulang kering.


Ciri-ciri Pithecanthropus

  • Memiliki tinggi tubuh antara 165-180 cm.
  • Badan tegap, namun tidak setegap Meganthrophus.
  • Volume otak berkisar antara 750 – 1350 cc.
  • Tonjolan kening tebal dan melintang sepanjang pelipis.
  • Hidung lebar dan tidak berdagu.
  • Mempunyai rahang yang kuat dan geraham yang besar.
  • Makanan berupa tumbuhan dan daging hewan buruan.
Pola Hunian
1. Kedekatan dengan Sumber Air
            Air merupakan kebutuhan pokok mahkluk hidup terutama manusia. Keberadaan air pada suatu lingkungan mengundang hadirnya berbagai binatang untuk hidup di sekitarnya. Begitu pula dengan tumbuhan. Air memberikan kesuburan pada tanaman.
2. Kehidupan di Alam Terbuka
            Manusia purba mempunyai kecendrungan hidup untuk menghuni sekitar aliran sungai. Mereka beristirahat misalnya di bawah pohon besar dan juga membuat atap dan sekat tempat istirahat itu dari daun-daun. Kehidupan di sekitar sungai itu menunjukkan pola hidup manusia purba di alam terbuka. Manusia purba juga memanfaatkan berbagai sumber daya lingkungan yang tersedia, termasuk tinggal di gua-gua. Mobilitas manusia purba yang tinggi tidak memungkin untuk menghuni gua secara menetap. Keberadaan gua-gua yang dekat dengan sumber air dan bahan makanan mungkin saja dimanfaatkan sebagai tempat tinggal sementara.
Pola Hidup:
          Sudah dapat membuat alat sederhana dari bebatuan, seperti kapak perimbas (chopper), kapak penetak (chopping tool), atau alat penyerpih (flake). Kehidupan Pithecanthropus Erectus sangat tergantung pada sumber alam yang tersedia. Mereka juga berburu dan mengumpulkan makanan dan juga hidupnya berpindah-pindah untuk mengikuti pengembaran hewan-hewan buruan, atau untuk mencari sumber makanan di tempat lain. Mereka tampaknya juga sudah mulai mengembangkan tata masyarakat yang sederhana. Kaum lelaki bekerja sama memburu hewan, dan para wanita mengumpulkan tumbuhan

Peninggalan:
Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan, biasa disebut Chopper (alat penetak/pemotong). Dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara menggunakannya dengan cara menggenggam. Pembuatannya dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanya sebagai tempat menggenggam.



MEGANTHROPUS
http://palaeos.com/vertebrates/primates/images/Homo_heidelbergensis.jpg
Seperti yang telah diuraikan pada materi sebelumnya, Von Koenigswald menemukan tengkorak di Desa Sangiran tahun 1941. Tengkorak yang ditemukan berupa tulang rahang bawah, dan gigi geliginya yang tampak mempunyai batang yang tegap dan geraham yang besar-besar. Dari penemuan tersebut, maka oleh Von Koenigswald diberi nama Meganthropus Palaeojavanicus yang artinya manusia raksasa tertua dari Pulau Jawa. Fosil tersebut diperkirakan hidupnya antara 20 juta – 15 juta tahun yang lalu, dan berasal dari lapisan Jetis.
1.      Pola Hunian:
Nomaden adalah pola hidup dimana manusia purba pada saat itu hidup berpindah-pindah atau menjelajah. Mereka hidup dalam komunitas-kuminatas kecil dengan mobilitas tinggi di suatu tempat. Mata pencahariannya adalah berburu dan mengumpulkan makanan dari alam (Food Gathering).
2.      Pola Hidup
Pola kehidupan manusia prasejarah adalah :
• Bersifat Nomaden (hidup berpindah-pindah), yaitu pola kehidupannya belum menetap dan berkelompok di suatu tempat serta, mata pencahariannya berburu dan masih mengumpulkan makanan
• Bersifat Permanen (menetap), yaitu pola kehidupannya sudah terorganisir dan berkelompok serta menetap di suatu tempat, mata pencahariannya bercocok tanam. Muali mengenal norma adat, yang bersumber pada kebiasaan-kebiasaan
Nama
Gambar
Keterangan
Kapak Persegi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9_FLIRyCnlog3Zg_qYkvHOl_D9AQxG3uihqvgbpPmUwNWL0Qh_A62mE_OHZOgyDUw-7MzU0QtuQ0o8qTYmAfpPHT1L4vrrhwEELortomnry5K06wq_8sO3VuoDDvjDSXb5kHxbRHkNGOR/s1600/kapak_persegi.png
Kapak persegi dibuat dari batu persegi. Kapak ini dipergunakan untuk mengerjakan kayu, menggarap tanah, dan melaksanakan upacara. Di Indonesia, kapak persegi atau juga disebut beliung persegi banyak ditemukan di Jawa, Kalimantan Selatan, Sulawesi, dan Nusatenggara.
Kapak Lonjong
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjO8Ff8pb-OD4bHmnksE-SgPi6BG7z9ue_ZeuvD99rgZf1TMnpBXIsC3Nyiq10ub8rep2ZJBVroWKujw56fK0CrAQZCa0rJ_UKpUaVXcT2K6zM6Lldu7vh8nZdOTKO7bk00e5KsDRR1oIUX/s1600/kakak_lonjong.png
Kapak ini disebut kapak lonjong karena penampangnya berbentuk lonjong. Ukurannya ada yang besar ada yang kecil. Alat digunakan sebagai cangkul untuk menggarap tanah dan memotong kayu atau pohon. Jenis kapak lonjong ditemukan di Maluku, Papua, dan Sulawesi Utara.
Kapak persegi
http://i1053.photobucket.com/albums/s475/billysupandi/kapakpersegi.jpg
Kapak dengan penampang lintangnya berbentuk persegi panjang atau trapesium. Kapak persegi terdiri atas berbagi ukuran, basar (beliung atau pacul), dan kecil (tarah). Persebarannya melalui jalur barat yaitu dari tenggara semenanjung Malaka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku.
Gerabah
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhAOu_XY9gjVTYqzPwu6NilldOUQLLRBgQU3IjzYKUdmtYtc0FNV1E-rGvkMbwJc9mxnC5awm1ir4bbF2djLfqi22x4WJc5z4tqR9FyAHhoYEftPkj3sDjsY_oXE_n1zJKagO6P0Etax1oM/s1600/gerabah.png
Gerabah dibuat dari tanah liat. Fungsinya untuk berbagai keperluan.
Perhiasan
http://i1053.photobucket.com/albums/s475/billysupandi/perhiasan.jpg
Masyarakat pra-aksara telah mengenal perhiasan, diantaranya berupa gelang, kalung, dan anting-anting. Perhiasan banyak ditemukan di Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Alat Pemukul Kulit Kayu
http://amufidsururi.files.wordpress.com/2013/05/celebes-beater-2008.jpg
Alat pemukul kulit kayu digunakan untuk memukul kulit kayu yang akan digunakan sebagai bahan pakaian. Adanya alat ini, membuktikan bahwa pada zaman neolithikum manusia pra-aksara sudah mengenal pakaian.


Makalah sejarah pola hunian manusia prasejarah


 BAB 1 : Pendahuluan
A. Latar Belakang
            Lingkungan merupakan faktor penentu manusia memilih tempat untuk hidup. Oleh karena itu, manusia memperhatikan kondisi lingkungan dan penguasaan teknologi. Jika kondisi lingkungan tidak sesuai dengan yang mereka harapkan, mereka tidak akan mau bertempat tinggal di lokasi tersebut. Manusia selalu berusaha untuk menjadikan sesuatu menjadi lebih baik. Termasuk dalam hal tempat tinggal. terdapat beberapa variabel yang berhubungan dengan kondisi lingkungan antara lain :
  • Tersedianya kebutuhan air, adanya tempat berteduh, kondisi tanah yang tidak terlalu lembab
  • Tersedianya sumber makanan
B. Rumusan Masalah
  • Bagaimana pola hunian pada masa pra aksara?
  • Bagaimana Sejarah manusia menemukan api?
  • Bagaimana cara manusia praaksara mempertahankan hidupnya?
C. Tujuan Penelitian
  • Mampu menjelaskan proses pola hunian manusia pra aksara mulai dari hidup meramu dan mengumpulkan makanan sampai dengan bercocok tanam
  • Mampu menjelaskan bagaimana api ditemukan
  • Mengetahui kegiatan manusia purba zaman dahulu
  • Menganalisis keterkaitan antara pola hunian dengan mata pencaharian manusia praaksara

BAB 2 : Isi
A. Pola Hunian
Manusia mengenal tempat tinggal atau menetap semenjak masa Mesolithikum (batu tengah) atau masa berburu dan meramu tingkat lanjut. Sebelumnya manusia belum mengenal tempat tinggal dan hidupnomaden (berpindah-pindah). Setelah mengenal tempat tinggal, manusia mulai bercocok tanam dengan menggunakan alat-alat sederhana yang terbuat dari batu, tulang binatang ataupun kayu. Pada dasarnya hunian pada zaman praaksara terdiri atas dua macam, yaitu :
1. Nomaden
            Nomaden adalah pola hidup dimana manusia purba pada saat itu hidup berpindah-pindah atau menjelajah. Mereka hidup dalam komunitas-kuminatas kecil dengan mobilitas tinggi di suatu tempat. Mata pencahariannya adalah berburu dan mengumpulkan makanan dari alam (Food Gathering)
2. Sedenter
             Sedenter adalah pola hidup menetap, yaitu pola kehidupan dimana manusia sudah terorganisir dan berkelompok serta menetap di suatu tempat. Mata pencahariannya bercocok tanam serta sudah mulai mengenal norma dan adat yang bersumber pada kebiasaan-kebiasaan
Pola hunian manusia purba memiliki dua karakter khas, yaitu :
1. Kedekatan dengan Sumber Air
            Air merupakan kebutuhan pokok mahkluk hidup terutama manusia. Keberadaan air pada suatu lingkungan mengundang hadirnya berbagai binatang untuk hidup di sekitarnya. Begitu pula dengan tumbuhan. Air memberikan kesuburan pada tanaman.
2. Kehidupan di Alam Terbuka
            Manusia purba mempunyai kecendrungan hidup untuk menghuni sekitar aliran sungai. Mereka beristirahat misalnya di bawah pohon besar dan juga membuat atap dan sekat tempat istirahat itu dari daun-daun. Kehidupan di sekitar sungai itu menunjukkan pola hidup manusia purba di alam terbuka. Manusia purba juga memanfaatkan berbagai sumber daya lingkungan yang tersedia, termasuk tinggal di gua-gua. Mobilitas manusia purba yang tinggi tidak memungkin untuk menghuni gua secara menetap. Keberadaan gua-gua yang dekat dengan sumber air dan bahan makanan mungkin saja dimanfaatkan sebagai tempat tinggal sementara.
            Pola hunian itu dapat dilihat dari letak geografisnya situs-situs serta kondisi lingkungannya. Beberapa contoh yang menunjukkan pola hunian seperti itu adalah situs-situs purba disepanjang aliran sungai bengawan solo (sangiran, sambung macan, trinil , ngawi, dan ngandon), merupakan contoh dari adanya kecendrungan hidup dipinggir sungai. Manusia purba pada zaman berburu dan mengumpulkan makanan selalu berpindah-pindah mencari daerah baru yang dapat memberikan makanan yang cukup.
            Pada umumnya mereka bergerak tidak terlalu jauh dari sungai, danau, atau sumber air yang lain, karena binatang buruan biasa berkumpul di dekat sumber air. Ditempat-tempat itu kelompok manusia praaksara menantikan binatang buruan mereka. Selain itu, sungai dan danau merupakan sumber makanan, karena terdapat banyak ikan di dalamnya. Lagi pula di sekitar sungai biasanya tanahnya subur dan ditumbuhi tanaman yang buah atau umbinya dapat dimakan
            Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, mereka telah mulai lebih lama tinggal di suatu tempat. Ada kelompok-kelompok yang bertempat tinggal di pedalaman, ada pula yang tinggal di daerah pantai. Mereka yang bertempat tinggal di pedalaman, biasanya bertempat tinggal di dalam gua-gua atau ceruk peneduh (rock shelter) yang suatu saat akan ditinggalkan apabila sumber makanan di sekitarnya habis.
            Pada tahun 1928 sampai 1931, Von Stein Callenfels melakukan penelitian di Gua Lawa dekat Sampung, Ponorogo. Di situ ditemukan kebudayaan abris sous roche, yaitu merupakan hasil dari kebudayaan yang ditemukan di gua-gua. Beberapa hasil teknologi bebatuan yang ditemukan adalah ujung panah, flake, batu penggiling. Selain itu juga ditemukan alat-alat dari tanduk rusa. KebudayaanAbris sous roche ini banyak ditemukan di Besuki, Bojonegor, juga di daerah Sulawesi Selatan seperti di Lamoncong.
            Mereka yang tinggal di daerah pantai makanan utamanya berupa kerang, siput dan ikan. Bekas tempat tinggal mereka dapat ditemukan kembali, karena dapat dijumpai sejumlah besar sampah kulit-kulit kerang serta alat yang mereka gunakan.
            Di sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh sampai Medan, terdapat tumpukan atau timbunan sampah kulit kerang dan siput yang disebut kjokkenmoddinger (kjokken = dapur ,modding = sampah) . Tahun 1925 Von Stein Callenfels melakukan penelitian di tumpukan sampah itu. Ia menemukan jenis kapak genggam yang disebut pebble ( Kapak Sumatra) . Selain itu, ditemukan juga berupa anak panah atau mata tombak yang diguankan untuk menangkap ikan.

B. Mengenal Api
            Bagi manusia purba, proses penemuan api merupakan bentuk inovasi yang sangat penting. Berdasarkan data arkeologi penemuan api diperkirakan ditemukan pada 400.000 tahun yang lalu. Pertama kali api dikenal adalah pada zaman purba yang secara tidak sengaja mereka melihat petir yaitu cahaya panas dilangit yang menyambar pohon-pohon disekitarnya, sehingga api itu pun muncul membakar pohon-pohon itu.
            Dalam menemukan api, manusia purba membutuhkan proses yang sangat panjang. Proses tersebut dikenal dengan trial and error, yaitu seseorang yang mencoba sesuatu tanpa tahu petunjuk atau cara kerjanya sehingga banyak mengalami kegagalan dan mereka akan terus mencoba walaupun gagal sampai mereka menemukan hasil yang mereka inginkan.
            Setelah mengalami banyak kegaglan, akhirnya cara membuat apipun ditemukan. Yaitu dengan membenturkan dua buah batu atau dengan menggesekan dua buah kayu, sehingga akan menimbulkan percikan api yang kemudian bisa kita gunakan pada ranting atau daun kering yang kemudian bisa menjadi sebuah api.
            Api memperkenalkan manusia pada teknologi memasak makanan dengan cara membakar dan menggunakan bumbu dengan ramuan tertentu. Selain itu api juga berfungsi untuk menghangat badan, sumber penerangan, dan sebagai senjata untuk menghalau binatang buas yang menyerang
            Melalui pembakaran juga manusia dapat menaklukan alam, seperti membuka lahan untuk garapan dengan cara membakar hutan. Kebiasaan bertani dengan cara menebang lalu membakar di kenal dengan nama slash and burn. Ini adalah kebiasan pada zaman kuno yang berkembang sampai sekarang.

  C. Dari Berburu-Meramu sampai Bercocok Tanam
            Diperkirakan awalnya manusia purba hidup dengan berburu dan meramu. Pada umumnya mereka masih bergantung pada alam. Untuk bertahan hidup, mereka menerapkan pola hidup nomadenatau berpindah-pindah tergantung dari bahan makanan yang tersedia. Alat-alat yang dibuat terbuat dari batu yang masih sederhana. Hal ini terutama berkembang pada masa Meganthropus danPithecanthropus. Tempat-tempat yang dituju komunitas ini umumnya lingkungan dekat sungai, danau, atau sumber air lainnya termasuk pantai
            Masa manusia purba berburu dan meramu sering disebut dengan masa food gathering. Mereka hanya bisa mengumpulkan dan menyeleksi makanan karena belum dapat mengusahakan jenis tanaman untuk dijadikan bahan makanan. Dalam perkembangannya mulai ada sekelompok manusia purba yang bertempat tinggal sementara., misalnya di gua-gua, atau di tepi pantai.
            Peralihan zaman Mesolithikum ke Neolithikum menandakan adanya revolusi kebudayaan darifood gathering menuju food producing dengang Homo sapien sebagai pendukungnya. Kegiatan bercocok tanam dilakukan ketika mereka mulai bertempat tinggal, walaupun masih bersifat sementara. Mulanya, mereka melihat biji-bijian sisa makanan yang tumbuh di tanah setelah tersiram air hujan. Hal itulah yang kemudian mendorong manusia purba untuk bercocok tanam.
            Kegiatan manusia purba bercocok tanam terus mengalami perkembangan. Peralatan pokoknya adalah kapak persegi dan kapak lonjong. Kemudian berkembang ke alat lain yang lebih baik. Dengan dibukanya lahan dan tersedianya air yang cukup, maka terjadilah persawahan untuk bertani. Hal ini berkembang karena saat itu, yakni sekitar tahun 2000 – 1500 SM ketika mulai terjadi perpindahan orang-orang dari rumpun bangsa Austronesia dari Yunnan ke Kepulauan Indonesia.
            Seiring kedatangan orang-orang dari Yunnan yang kemudian dikenal sebagai nenek moyang kita itu, maka kegiatan pelayaran dan perdangan mulai dikenal. Dalam waktu singkat kegiatan perdangan dengan sistem barter mulai berkembang. Kegiatan bertani juga semakin berkembang karena mereka sudah mulai bertempat tinggal.
            Maluku Utara merupakan pintu masuk manusia purba sejak jaman Pleistosen Akhir. Dari Maluku Utara baru kemudian menyebar ke selatan sampai NTT, ke barat sampai Sulawesi dan ke timur sampai Kepulaun Pasifik. Bukti peninggalan manusia purba di Maluku Utara adalah adanya gua-gua hunian masa prasejarah (rock shelter) yang tersebar di Morotai, Halmahera Selatan dan Pulau Gebe. Penelitian oleh Bellwood membuktikan bahwa gua-gua di daerah Morotai Selatan (Tanjung Pinang dan Daeo) sudah dihuni manusia purba sejak 14.000 tahun yang lalu. Pada gua Tanjung Pinang bahkan ditemukan adanya temuan rangka manusia purba. Pada situs pulau Gebe dan gua Siti Nafisah di Halmahera Selatan ditemukan bekas-bekas kegiatan manusia sejak masa pra tembikar. Beberapa temuan dari situs-situs di atas menunjukkan adanya kegiatan manusia dan aktifitas mereka pada masa itu.
Fungsi Gua Hunian pra sejarah situs Daeo dan Tanjung Pinang
            Desa Daeo secara administratif terletak di wilayah kecamatan Morotai Selatan, dan berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik. Mata pencaharian utama penduduk adalah bertani dan sebagian nelayan, pola pemukiman hunian penduduk desa berjejer di sepanjang pantai di tempat yang landai. Secara topografi letak desa berada tepat di pinggir pantai, namun di belakang pemukiman penduduk terletak perbukitan kapur dengan ketinggian 15 – 50 m di atas permukaan laut. Pada deretan perbukitan kapur inilah terdapat ceruk-ceruk gua yang diperkirakan dihuni oleh manusia pra sejarah. Sedangkan ceruk peneduh Tanjung Pinang terletak sekitar 2 km sebelah selatan desa Daeo. Selain di daerah perbukitan di pinggir pantai juga terdapat sebuah ceruk hunian yang agak besar, dibanding yang terletak di daerah perbukitan. Manusia prasejarah umumnya tinggal di daerah yang dekat dengan sumber mata air dan sumber makanan. Berdasarkan penelitian Bellwood, situs gua hunian Daeo dan Tanjung Pinang sudah dihuni sejak 14.000 tahun lalu. Bahkan pada masa belakangan situs-situs tersebut masih digunakan oleh manusia purba.Berdasarkan temuan rangka manusia di Gua Tanjung Pinang, diketahui manusia penghuni gua Tanjung Pinang berasal dari ras Austro Melanesia
Fungsi gua hunian prasejarah dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu.
a. Sebagai tempat tinggal
            Gua-gua dan ceruk payung peneduh (rock shelter), sering digunakan manusia sebagai tempat berlindung dari gangguan iklim, cuaca (angin, hujan dan panas), dan juga gangguan dari serangan binatang buas atau kelompok manusia yang lain. Pada periode penghunian gua, yang paling awal tampak adalah gua digunakan sebagai tempat tinggal (hunian), kemudian kurun waktu berikutnya dijadikan tempat kuburan dan kegiatan spiritual lainnya. Pada awal-awal penghunian, tempat hunian menyatu dengan tempat kuburan. Tetapi seiring dengan kemajuan teknologi dan semakin bertambahnya jumlah anggota kelompok yang membutuhkan ruangan yang lebih luas, maka mendorong manusia untuk mencari tempat tinggal yang baru. Seiring perkembangan wawasan dan pengetahuan, manusia kemudian memisahkan tempat hunian dan kuburan.
b. Sebagai kuburan
            Selain sebagai tempat tinggal, gua hunian juga berfungsi sebagai kuburan. Posisi penguburan dalam gua biasanya dalam keadaan terlipat, yang menurut pendapat para ahli merupakan posisi pada waktu bayi dalam posisi di dalam rahim ibunya. Penguburan manusia dalam gua pada awalnya sangat sederhana sekali, berupa penguburan langsung (primair burial), dengan posisi mayat terlentang atau terlipat, ditaburi dengan warna merah (oker). Bukti penguburan tertua dalam gua dapat ditemukan pada situs Gua Lawa di Sampung, Jawa Timur.
            Pola penguburan dalam gua secara umum dapat dibagi menjadi penguburan langsung (primair burial) dan penguburan tidak langsung (second burial), baik yang menggunakan wadah ataupun yang tidak menggunakan wadah. Wadah yang biasa digunakan adalah tempayan keramik (guci), gerabah, ataupun peti kayu dalam berbagai ukuran. Posisi mayat yang paling sering ditemukan adalah lurus, bisa telentang, miring dengan berbagai posisi dengan tangan terlipat atau lurus. Posisi lainnya adalah posisi terlipat dengan lutut menekuk dibawah dagu dan tangan melipat dibagian leher atau kepala. Dalam periode penghunian gua, kegiatan penguburan merupakan salah satu kegiatan manusia yang dianggap penting. Awalnya penguburan dilakukan dalam gua yang sama dengan tempat hunian, yaitu di tempat yang agak dalam dan gelap. Namun seiring perkembangan jumlah anggota dan wawasan pengetahuan, maka manusia mencari lokasi khusus yang digunakan sebagai lokasi kuburan yang terpisah dari lokasi hunian. Sehingga kemudian ditemukan adanya gua-gua yang khusus berisi aktivitas sisa-sisa penguburan saja.
c. Sebagai lokasi kegiatan industri alat batu
            Selain sebagai tempat hunian dan kuburan, fungsi yang lainnya adalah sebagai tempat lokasi kegiatan alat-alat batu atau perbengkelan. Banyak situs gua-gua prasejarah yang ditemukan adanya alat-alat batu dan sisa-sisa pembuatannya. Dalam hal ini bekas-bekas pengerjaan yang masih tersisa berupa serpihan batu yang merupakan pecahan batu inti sebagai bahan dasar alat batu. Situs perbengkelan ini banyak terdapat di pegunungan Seribu Jawa (daerah Pacitan), dan juga di Sulawesi Selatan. Salah satu situs yang banyak tinggalan sisa alat batu adalah situs yang terdapat di Punung (Pacitan) yang merupakan sentra pembuatan kapak perimbas yang kemudian lebih dikenal dengan istilah chopper chopping tool kompleks.
            Dari uraian di atas, dan berdasarkan temuan peninggalan yang ada dapat diketahui fungsi dari gua hunian di Tanjung Pinang dan Daeo. Gua peneduh Tanjung Pinang dan Daeo merupakan situs tempat tinggal (hunian) yang menyatu dengan kuburan, hal ini dapat dilihat dari adanya temuan sisa-sisa aktifitas manusia masa lampau dan temuan tulang manusia yang berasal dari ras Austro Melanesoid. Penguburan yang dilakukan di Tanjung Pinang adalah penguburan tidak langsung, posisi mayat ditemukan dalam wadah yang berupa tembikar. Temuan sisa aktifitas manusia masa lalu situs Tanjung Pinang dan Daeo adalah adanya sisa pembakaran dan sisa sampah dapur (kulit kerang dan siput yang merupakan makanan manusia penghuni gua).

 BAB 3 : Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan :
  • Pola hunian manusia purba terbagi 2 yaitu nomaden dan sedenter
  • Pola hunian itu dapat dilihat dari letak geografis, situs-situs, dan kondisi lingkungan
  • Pola kehidupan manusia purba memiliki 2 karakter khas yaitu kedekatan dengan sumber air dan kehidupan di alam terbuka
  • Berdasarkan data arkeologi, api kira-kira ditemukan pada 400.000 tahun yang lalu pada periode manusia homo erectus
  • Api ditemukan dengan prinsip trial and error
  • Peralihan zaman Mesolithikum ke Neolithikum menandakan adanya revolusi kebudayaan dari food gathering menuju food producing dengang Homo sapien
  • Ke datanga Rumpun Austronesia dari Yunnan ke Indonesia, mengenalkan rakyat indonesia cara berlayar, bertani, berdagang, dan barter
  • Fungai gua hunian pada masa praaksara berdasarkan situs Daeo dan Tanjung Pinang ada 3 yaitu sebagai tempat tinggal, kuburan, dan tempat produksi alat batu

Saran :
Kita harus menjaga dan menyimpan peninggalan-peninggalan zaman dahulu dengan baik agar anak cucu kita juga bisa mempelajari dan melihatnya. Selain itu peninggalan zaman dahulu sangat bermanfaat untuk kemajuan sifat moral dan teknologi zaman sekarang. Lalu, milikilah sifat manusia purba yang menemukan api dengan proses trial and error yaitu walaupun mencoba sesuatu tanpa tahu petunjuk atau cara kerjanya sehingga banyak mengalami kegagalan,  mereka akan terus mencoba walaupun gagal dan gagal lagi sampai mereka menemukan hasil yang mereka inginkan. Jangan jadi manusia yang hanya bisa pasrah dengan hidup.

 Sumber :